UCAPAN TERIMA KASIH


Dengan memanjatkan Puji Syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan Taufik, Hidayah, Inayah dan Rahmat kepada hambanya dalam menyelesaikan sejarah wujudnya Makam Wali Pitu di Bali hasil dari penelitian perkembangan dan pengembangan Islam di Bali sehingga dapat dapat dijadikan pengetahuan dan informasi tentang keberadaan Umat Islam di Bali.

Dengan telah diselesaikannya penemuan ini maka diharapkan dapat lebih baik dan lebih mudah untuk dipahami serta dimengerti maksud dan tujuannya terutama tentang proses penemuan Makam Wali Pitu, termasuk paling akhir dalam tahun 2000 ini diketemukannya juga Gua Saba' Batu Pageh di Perbukitan Desa Ungasan di wilayah kawasan Nusa Dua yang keadaan alamnya penuh dengan pesona keindahan mata memandang, lika-liku bukit dan gunung serta dapat memandang laut selatan Pulau Bali yang lepas dan luas seakan dapat menembus cakrawala dunia yang tak terbatas, disamping itu bila diperhatikan juga dapat dirasakan betapa masyarakat atau penduduknya dalam pergaulan hidup antar bangsa dan umat beragama saling bertoleransi hormat menghormati menjaga kerukunan dan perdamaian sehingga keadaan menjadi tentram aman dan damai.

Khususnya bagi Umat Islam dengan adanya Makam Wali Pitu dan Gua Saba' Batu Pageh di Bali kiranya mempunyai daya tarik tersendiri untuk mengunjungi datang berziarah di tempat tersebut yang mengandung sejarah yang telah dirintis sejak zaman dahulu oleh Para Muballigh, Para Ulama, dan Para Auliya' sampai sekarang demi untuk perkembangan dan pengembangan Islam di Bali.

Namun karena dalam mengadakan penelitian waktunya sangat terbatas dan relatif sangat singkat maka dalam penelitian, penggalian, dan penyelidikan tentang sejarah masing-masing Makam Auliya' belum dapat disusun secara sempurna serta banyak kekurangannya, tetapi telah diusahakan secara maksimal untuk disusun sebaik-baiknya sehingga kiranya dapat membawa manfaat bagi kepentingan bersama.
Selanjutnya perlu sekali adanya tindak lanjut untuk mengadakan penelitian lebih mendalam, mengenai segala sesuatu tentang keberadaan Makam Wali Pitu dan Gua Saba' Batu Pageh di Bali guna mendapatkan data otentik sebagai tanda bukti kebenaran kisah sejarah tersebut seperti adanya tonggak batu prasasti atau benda¬-benda arkeologi peninggalan sejarah yang bersangkutan, hal tersebut bilamana penemuan yang ada belum berhasil menemukan atau menunjukkan data bukti otentik tersebut maka kiranya para ahli Peneliti yang berminat untuk mendarma baktikan keahliannya demi kepentingan penggalian lanjutan sejarah wujudnya Makam Wali Pitu atau Para Auliya' di Bali, yang mana penemuan yang ada sekarang ini adalah sebagai awal penggalian dan untuk masa yang akan datang bagi generasi penerus masa depan.
Selanjutnya penemu mengucapkan banyak terima kasih dari semua pihak yang telah membantu terwujudnya buku ini yaitu dari sahabat karib atau teman dekat, Para Ulama dan tokoh-tokoh masyarakat terutama dari Bapak-bapak pejabat instansi pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini adalah :

  1. Pemda Dati I Propinsi Jawa Timur.
  2. Cq.Kadit Sospol Propinsi Jawa Timur.
  3. Pemda Dati I Propinsi Bali.
  4. Cq.Kadit Sospol Propinsi Bali.
  5. Kadit Sospol Dati II Kabupaten Badung.
  6. Kadit Sospol Dati 11 Kabupaten Klungkung.
  7. Kadit Sospol Dati 11 Kabupaten Karangasem.
  8. Kadit Sospol Dati II Kabupaten Buleleng.
  9. Dan semua jajaran yang telah memberi izin penelitian perkembangan dan pengembangan Islam di Bali, yang juga telah membantu dalam pelaksanaan di lapangan.

Semoga risalah ini dapat menambah pengetahuan Islam dan juga dapat menambah wawasan serta dapat digunakan sebagai sumber Informasi tentang keberadaan Makam Wali Pitu Bali.

Akhirnya penemu mohon ampun kepada Allah SWT. atas segala kesalahan serta kekhilafan dalam mempersembahkan risalah ini, mudah-mudahan tulisan yang kecil ini bermanfaat bagi Nusa Bangsa, Negara dan agama. Amin Ya Robbal Alamin

MAKAM WALI PITU DAN PARIWISATA



Hubungan dengan Wali Pitu di Bali dan pariwisata sangat erat sekali karena pulau Bali terkenal dengan istilah daerah pariwisata dan memang sejak zaman dahulu arus wisatawanmengalir terus menuju pulau Bali baik wisatawan domestik maupun mancanegara, diantara juga terdapat wisatawan muslim. 

Dengan adanya wisatawan muslim yang datang ke Bali, maka dapat dibayangkan mereka  tentunya mengunjungi tempat rekreasi umum, mereka bebas bergaul dan berbusana yang bertentangan dengan Syariat Islam, padahal perkembangan Islam di Bali sangat pesat.

Berdasarkan uraian tersebut bagi umat Islam dan wisatawan Muslim yang ada di Bali seharusnya peduli terhadap situasi dan permasalahan tersebut khususnya bagi para wisatawan Muslim harus dapat memetik hikmah dan manfaat dari pariwisata Bali. 

Dengan berziarah ke Makam Wali Pitu di Bali akan lebih bermanfaat karena akan mendapat hasil ganda yaitu selain berdarma wisata atau rekreasi menikmati pemandangan keindahan alam ciptaan Allah juga  dapat meningkatkan keimanan kita karena keagungan dan kekuasaan Allah SWT.

MAKAM WALI PITU DAN SOSIAL EKONOMI



Menurut penelitian keberadaan makam-makam para auliya' terutama Makam Wali Songo di Jawa dan Makam Wali Pitu di Bali mempunyai prospek masa depan yang cerah baik dipandang dari segi sosial ekonomi,`seni budaya, kepariwisataan, dan toleransi kerukunan umat beragama.

Kenyataan yang ada membuktikan dengan wujudnya makam-makam para Waliyullah di manapun adanya baik di ngarai, di pantai, di bukit, dan di gunung-gunung, pada umumnya masyarakat yang berada di sekitarnya merasa hidup dalam keadaan aman, tentram, subur makmur, tenang dan damai.

PENEMUAN GOA SABA’ BATU PAGEH


Perlu diinformasikan bahwa pada hari jum’at Pon tanggal 2 Muharrom 1421 H atau tanggal  07 April 2001 M, telah ditemukan oleh Jamaah Denpasar bersama dengan pengasuh, sebuah goa di tengah tebing yang terjal di Banjar Kangin Desa Ungasan Kecamatan Kuta Kabupaten Badung Bali. 

Maka setelah pengasuh mendapat izin dari penguasa goa yaitu Tetua Agama Hindu beliau bernama Bapak Drs. Nyoman Mindera lalu mereka memanjat serta masuk ke dalam goa tersebut ternyata di dalam  goa tanda-tanda keislaman tampak dengan jelas antara lain di atas langit - langit ada lubang seperti bekas sundulan kepala sama persis dengan langit-langit di goa Pamijahan di Tasikmalaya Jawa Barat Goa Wali Songo.

Sedangkan di bawah goa tepat di bawah anak tangga ada sebuah batu seperti tempat berwudhu. Kedudukan goa tersebut berada dalam lingkaran Pura Agung Batu Pageh dan penanggung jawabnya seorang Pendeta Hindu yang disebut Pamangku yang bernama I Wayan Ngarah.

Menurut pengasuh goa yang ditemukan tersebut memang goa yang dicari-cari selama ini, sebab tanda-tanda sangat meyakinkan dan sebenarnya goa itu dahulu diperkirakan pernah didatangi dan dibuat Munajat kepada Allah oleh para Wali, seperti halnya di goa Pamijahan di Tasikmalaya Jawa Barat tempat bermusyawarahnya para Wali Songo di Jawa.

Tangga menuju Goa Saba’ Batu Pageh


Adapun nama Goa saba’ Batu Pageh,  pengasuh mendapatkan petunjuk dari Yang Maha Kuasa. Saba’ berpengertian Sab’atul Auliya’ sedangkan nama Batu Pageh merupakan nama Pura sekaligus nama daerah tersebut dimana goa tersebut berada dan diketemukan.

Goa Saba’ mempunyai nilai tersendiri untuk dijadikan tempat wisata/rekreasi dan berziarahkhususnya wisatawan Muslim yang datang ke Bali, seperti halnya umat Islam berziarah ke Makam Wali Songo banyak juga yang mendatangi tempat-tempat wisata seperti Paciran masuk ke Goa Akbar di Tuban Jawa Timur, Goa Pamijahan di Tasikmalaya di Jawa Barat.

Demikian uraian diketemukannya goa Saba’ Batu pageh di Desa Ungasan Kecamatan Kuta Kabupaten Badung Bali, dengan diketemukannya goa tersebut maka lengkap sudah hasil penelitian dan penyelidikan, penggalian dalam menelusuri,mencari, menghimpun dan menyusun makam-makam tua atau kuno yaitu makam para Wali yang ada di tanah Bali, menurut petunjuk yang walaupun secara bathiniyah tapi nyata sekali untuk diwujudkan.

Alhamdulillah semoga semua hasil usaha untuk menemukan makam-makam Wali Pitu di Bali dan Goa Saba’ Batu Pageh keseluruhannya dapat membawa manfaat bagi Nusa Bangsa dan Negara khususnya umat Islam setempat.

Setelah pengasuh menyempurnakan hasil penemuannya dan beliau membawa Jamaah dari Surabaya untuk berziarah ke Makam Wali Pitu di Bali, beberapa waktu kemudian beliau wafat dan dimakamkan di Dusun Belahan Desa Wedoro Waru Sidoarjo 

Demikian sejarah penemuan Makam Wali Pitu di Bali beserta keindahan bahasa – bahasa petunjuk yang amat berarti dalam wujudnya Makam Wali Pitu di Bali.

Secara ringkas dapat disimpulkan  :

Kapisan wis kaporo nyoto (yang pertama telah nyata tidak diragukan lagi ke Waliannya)
  • Makam Keramat Pantai Seseh yaitu Makam Pangeran mas Sepuh.
  • Makam Habib Umar Bin Maulana Yusuf di Bukit Bedugul.
  • Makam Habib Ali Bin Abu Bakar Bin Umar Bin Abu bakar Al Khamid di Klungkung.

Kapindo Istijrot (kedua istijrot tersanjung atau tak dihitung, tidak termasuk bilangan Wali Pitu)

  • Makam Dewi Khodijah di Pamecutan
  • Makam Keramat Ubung Pangeran Sastrodiningrat di Ubung Denpasar.

Wujude kembar (wujudnya kembar)
  • Makam Chabib Ali Bin Zaen Al Idrus di Karangasem.
  • Makam Syeh Maulana Yusuf Al Maghribi di Karangasem.

Wis lahir ning durung wujud (sudah ada tapi belum wujud makam)
  • Pada saat penelusuran Makam wali Pitu beliau masih hidup, namun pada tanggal 29 Maret 1999 M beliau telah wafat yaitu Makam Chabib Ali Bin Umar Bafaqih.

Lio bongso (lain bangsa)
  • Yaitu Makam The Kwan Lie atau Keramat Karang Rupit.


PENEMUAN MAKAM WALI PITU KEENAM DAN KETUJUH


Selanjutnya setelah ditemukan Makam Keramat Kembar di Daerah Karangasem maka sudah lima makam wali yang ditemukan, sedang menurut petunjuk ada tujuh makam Wali yang seharusnya diwujudkan. Oleh karena itu pengasuh dan para jama'ah lebih yakin akan berhasil dalam menulusuri dan mencari makam Wali Pitu di Bali.

Petunjuk selanjutnya terarah ke daerah Singaraja Buleleng, petunjuk dalam Bahasa Jawa tersebut berbunyi : “ Wus kapasten sawijining pepunden ono ing sandinging sesembahan wujuding selo kang sumare ing pareging samudra kang kudu denrekso” yang berarti : sudah dipastikan ada satu yang dikeramatkan berada di samping Pura tepi laut yang harus dirawat dan dipelihara.
Sebagaimana kebiasaan, setelah adanya petunjuk maka pengasuh dan para jama'ah bermusyawarah untuk memperoleh kesepakatan mengenai tindakan berikutnya. Akhirnya mereka berangkat menuju Singaraja di Buleleng. 

Tujuan kali ini dalah mencari Pura yang berada di tepi pantai. setelah bertanya-tanya maka Pura tersebut dapat diketemukan, yaitu Pura Agung Labuan Aji di Desa Temukus Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng.

Setelah ditemukannya makam yang ada di samping sebelah barat Pura Agung Labuan Aji tersebut, pengasuh merasa sangat gembira karena semua usaha yang dikerjakan membawa keberhasilan. Pengasuh  semakin mendekatkan diri pada Allah untuk memohon petunjuk apakah kiranya makam tersebut yang dicari.

Hari - hari berikutnya mereka mengadakan penyelidikan dan penelitian untuk memastikan kebenaran petunjuk tersebut. Dalam pencarian tersebut didapat sedikit keterangan bahwa makam tersebut memang benar-benar dikeramatkan oleh masyarakat di sekelilingnya baik dari umat Hindu maupun umat Islam. Mereka menyebutnya “Makam Keramat Karang Rupit”. dan keterangan bahwa makam tersebut adalah makam seorang Cina namun tak ada seorang pun yang mengetahui identitasnya
Melalui kerja keras secara lahiriyah maupun bathiniah akhirnya dapat diketahui bahwa makam tersebut adalah makam The Kwan Pau Lie yang bergelar Syekh Abdul Kadir Muhammad. Makam beliau banyak dikunjungi orang, baik orang Muslimmaupun umat Hindu, terlebih pada hari rabu akhir (Bahasa Jawa : Rabu Wekasan) Bulan Shafar. Mereka berdo'a di makam memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Sebuah hal yang tidak rasional terjadi pada makam The Kwan Lie, dua batu nisan yang berada di atas makam The Kwan Lie yang pada umumnya sejajar dengan makam yang lain sedikit demi sedikit terangkat ke atas beserta tanahnya hingga mencapai + 2 m.

Mengenai makam The Kwan Lie Keramat Karang Rupit diperoleh keterangan dari salah seorang bernama : Abdurrahman yang bertempat tinggal di Labuan Aji Desa Temukus yang termasuk pengawas sekaligus pengelola tanah makam serta menjadi tetua Desa Temukus, beliau menerangkan bahwa asal- usul Makam Keramat Karang Rupit menurut cerita rakyat (Legenda). Bahwa orang yang di makamkan tersebut adalah Bangsa Cina, Beliau menjadi Punggawa Prabu Erlangga dari Jawa Dwipa. Prabu Erlangga pernah datang ke Bali, mengadakan anjang sana dengan raja-raja di Buleleng, setelah semua keperluannya selesai maka Prabu Erlangga pulang ke Jawa tetapi Punggawa Bangsa Cina tersebut tidak ikut pulang dandiperintahkan oleh Prabu Erlangga untuk menjaga Busana Sang Prabu tepatnya di Desa Temukus.

Prabu Erlangga pulang dengan perahu sambil menyamar menjadi rakyat biasa, tida diketahui mengapa Sang Prabu bertindak seperti itu. Punggawa Cina yang patuh dan setia kepada Prabu Erlangga tetap menunggu dan menjaga Busana Sang Prabu  bersama istri dan kedua orang tuanya. Namun Prabu Erlangga tidak pernah lagi datang ke Buleleng hingga kedua orang tuanya meninggal lalu di makamkan disekitar tempat itu dengan adat Bangsa Cina. Tidak berselang lama kemudian istrinya menyusul meninggal dunia tetapi tata cara pemakamannya menurut syari'at Islam karena kedua suami istri tersebut telah memeluk Islam. Dan pada akhirnya Sang Punggawa meninggal dunia dan di makamkan di samping makam istrinya kemudian makamnya dikeramatkan oleh penduduk sekitar dan disebutnya “Makam Keramat Karang Rupit”

Makam  Syech Abdul Qodir Muhammad
Keramat Karang Rupit Labuan Aji
Singaraja – Buleleng

Walaupun informasi yang didapat hanya merupakan sebuah cerita rakyat namun dapat digunakan oleh pengasuh menjadi buah pikiran untuk dikaji, diteliti dan digali lebih mendalam.
Penemuan Makam The Kwan Lie di Buleleng Singaraja merupakan penemuan terakhir dalam menelusuri dan mencari Makam Wali Pitu di Bali sesuai dengan petunjuk akan tetapi hanya enam makam Wali yang diketemukan karena satu Auliya' memakai nama samaran “ Qoblal Wujud ” yang berarti belum wujud.

Wujud yang dimaksud adalah wujudnya makam sebab orangnya masih hidup, hal tersebut kiranya masih menunggu waktu, waktu wujudnya makam, berkedudukan di Jembrana.

Sebagai catatan penting pada waktu penemuan Wali Pitu tersebut memang Wali ke tujuh belum wujud makam tetapi sejak tahun 1999 M, sudah berbentuk makam sebagai Wali terakhir yaitu Habib Ali Bin Umar Bafaqih yang meninggal pada 27 Pebruari 1998 M di loloan Barat Negara Jembrana

Makam Chabib Ali Bafaqih di Loloan Barat
Kab. Jembrana

PENEMUAN MAKAM WALI PITU KEEMPAT DAN KELIMA


Pada awal tahun 1995 M ada petunjuk yang mengisyaratkan supaya berusaha mencari makam para Muballigh di Bali. Kali ini petunjuk itu mengisyaratkan untuk menelusuri makam Wali yang ada di Daerah Karangasem. Dan mencari seorang yang lumpuh tetapi lumpuh bukan karena sakit melainkan karena tuanya, dia satu-satunya orang yang mengetahui lokasi makam tersebut.

Sebagaimana kebiasaan setelah manaqiban mereka bermusyawarah untuk menindaklanjuti petunjuk yang diperoleh dan keesokan harinya mereka berangkat menuju Karangasem dan bertanya kepada orang-orang yang sekiranya mengetahui keberadaan orang lumpuh di Karangasem namun tak seorangpun mengetahuinya. 

Pada bulan-bulan berikutnya bapak pengasuh dan para jamaa'ah masih terus berusaha untukmewujudkan petunjuk yang didapat namun kegagalan yang terjadi, sehingga hampir menumbuhkan rasa putus asa. Dalam keadaan tersebut bapak pengasuh semakin mendekatkan diri kepada Allah untuk memperoleh Hidayah-Nya.

Sehingga pada hari Jum'at bapak pengasuh kembali ke Daerah Karangasem dan sholat Jum'at di Masjid Subagan. Setelah sholat beliau berbincang-bincang dengan para jama'ah di Halaman Masjid, tentunya membahas keberadaan orang lumpuh di Daerah Karangasem. 

Namun jama'ah Masjid Subagan menjelaskan bahwa sebenarnya di Karangasem tidak ada orang yang lumpuh. Tiba-tiba dalam perbincangan tersebut ada seseorang bernama Bapak Ghufron bertanya tentang maksud dan tujuan mencari orang lumpuh tersebut. 

Maka bapak pengasuh menjawab bahwa latar belakang mencari orang lumpuh tersebut adalah untuk mencari Makam Waliyullah di Bali, kemudian Bapak Ghufron menambah bahwa memang keberadaan orang lumpuh di Karangasem memang tidak ada namun ada sebuah makam orang Arab yang masih keturunan dari Rasulullah. Jika bapak pengasuh berminat berziarah ke makam tersebut maka Bapak Ghufron bersedia mengantarkannya. Akhirnya mereka berangakat menuju makam tersebut dan ternyata makam tersebut adalah makam Chabib Ali Bin Zaenal Abidin Al Idrus yang wafat pada tanggal 9 Ramadhon 1493 H atau tanggal 19 Juni 1982 M. Keterangan ini diperoleh dari Chabib Muhdar, beliau adalah putra Chabib Ali Al Idrus sekaligus juru kunci makam ayahnya.

Sesudah membaca Do'a dan Tahlil, bapak pengasuh melihat di samping makam Chabib Ali ada sebuah makam yang di atasnya tersusun batu merah dengan rapi tetapi sudah sangat tua.

Bapak pengasuh menanyakan keberadaan makam tersebut kepada Chabib Muhdar namun baik Chabib Mudhor, Bapak Ghufron ataupun masyarakat di sekitarnya tidak mengetahui keberadaan makam tersebut bahkan siapa namanya tak ada seorang pun yang mengetahui.

Enam bulan berselang sejak ditemukannya makam Chabib Ali Al Idrus dan makam tua di sampingnya, telah diadakan penyelidikan dan penelitian serta usaha – usaha lahir dan bathin untuk mengetahui segala sesuatunya mengenai makam tua tersebut.

Bapak Pengasuh berusaha bermusyawarah dengan para Ulama di Jawa dan di Bali hingga tabir misteri itu sedikit demi sedikit terungkap, yakni diketahui bahwa makam tua tersebut adalah makam Syeh Maulana Yusuf Al Baghdi yang berasal dari Baghdad Irak.

Nama tersebut dibenarkan dengan adanya petunjuk yang diterima tetapi hal ini menimbulkan pertanyaan baru karena namanya sama dengan Maulana Yusuf yang ada di Bukit Bedugul, seketika itu terdengar suara sayup yang menyebutkan Syekh Maulana Yusuf yang ada di Karangasem yang betul dan di Bedugul bernama Chabib Umar Bin Maulana Yusuf Al Maghribi.

Adapun tentang karomahnya Syekh Maulana Yusuf menurut bapak Ghufron dan Chabib Muhdar serta orang-orang di sekitar menerangkan bahwa pada tahun 1963 M sewaktu Gunung Agung meletus mengeluarkan lahar panas, menyemburkan batu-batu besar dan kecil, serta abu yang menyembur ke atas menjulang tinggi di angkasa, memporak-porandakan Bali bahkan sampai ke Daerah Jawa Timur namun uniknya makam Syekh Maulana Yusuf Al baghdi tetap utuh walaupun hanya berasal dari tumpukan batu merah yang tidak diperkuat dengan adonan semen bahkan tak ada sebutir pasir yang menyentuh makam tersebut.

Demikian penemuan makam Chabib Ali bin Zaen Al Idrus yang berdampingan dengan Syeh Maulana Yusuf sehingga dikenal dengan sebutan:
“Makam Keramat Kembar” yang termasuk salah satu dari Wali Pitu di Bali.

Makam Chabib Ali  Bin Zaenal Abidin Al-Idrus 
Makam Keramat kembar Kec. Bebandem Karangasem


Makam Syeh Maulana Yusuf Al Maghribi di karangasem

PENEMUAN MAKAM WALI PITU KETIGA


Tahun berikutnya menginjak tahun 1994 M, setelah ditemukannya Makam Syekh Chabib Umar Bin Yusuf Al Maghribi, para jamaah Manaqib AL JAMALI serta bapak pengasuh semakin mendekatkan diri kepada Allah untuk dapat mewujudkan semua petunjuk yang telah didapat.

Pada suatu hari bapak pengasuh memperoleh petunjuk kembali, kali ini petunjuk itu mengarah ke suatu daerah Klungkung, yang menyatakan bahwa di daerah tersebut ada satu makam yang karomah letaknya di pekuburan umum dekat pantai tidak jauh dari jalan raya yang menuju ke Goa Lawa Karangasem.

Setelah petunjuk itu dimusyawarahkan dan diperoleh kesepakatan, keesokan harinya mereka berangkat menuju lokasi dan akhirnya ditemukan  di kampung Islam Kusamba dan memang benar makam tersebut berada di ujung sebelah barat perkuburan umum Desa Kusamba Kecamatan Dawan Kabupaten Klungkung.

Ternyata makam tersebut adalah makam Chabib Ali bin Abu Bakar bin Umar Al Khamid. Makam tersebut sangat dikeramatkan oleh penduduk setempat baik umat Islam maupun umat Hindu.  Chabib Ali bin Abu Bakar bin Umar bin Abu Bakar Al Khamid semasa hidupnya bekerja sebagai Guru Besar Raja Klungkung, pada masa pemerintahan Dhalem I Dewa Agung Jambe. 

Beliau bekerja sebagai Guru Bahasa Melayu dan diberi seekor kuda tunggangan sebagai kendaraan pulang pergi antara Daerah Kusamba dan Klungkung.

Pada suatu hari Khabib Ali Pulang dari Klungkung, beliau berpapasan dengan salah seorang putra keluarga kerajaan di Desa Kusamba yang sedang berjalan kaki dengan teman-temanya. Putra Mahkota tersebut menghentikan langkah kuda Khabib Ali karena beliau tidak turun dan meyembah kepada putra mahkota yang lewat. 

Pada keesokan harinya, kejadian ini diceritakan kepada baginda raja dan baginda raja memerintahkan kepada Chabib Ali untuk mencari jalan yang lain yang lebih aman agar tidak bertemu lagi dengan putra mahkota. Maka Chabib Ali mencari jalan lain yang kiranya aman yaitu menelusuri pantai di sebelah selatan. 

Sesampainya di Desa Kusamba, tiba-tiba beliau diserang oleh orang tak dikenal dengan senjata tajam secara bertubi-tubi sehingga beliau wafat dan dimakamkan di Ujung Barat pekuburan umum Desa Kusamba.

Makam Keramat Kusamba Chabib Ali Al Hamid

Pada malam hari setelah kejadian tersebut, terjadi peristiwa yang sangat menggemparkan dan mengerikan yaitu di atas makam Khabib Ali mengeluarkan api yang menyala-nyala laksana bola api, api tersebut terbang kemana-mana mengajar para pelaku yang telah membunuh beliau, sehingga tak ada satupun dari sekawanan tersebut yang selamat.

Karomah lain yang dimiliki oleh Khabib Ali adalah jikalau ada orang berkata atau akan melakukan perbuatan tidak senonoh akan terdengar angin kencang dan suara yang menakutkan.

Demikianlah penemuan makam keramat Kusamba di Daerah Klungkung, yang semakin menambah rasa optimis bagi pengasuh dan para Jamaah Manaqib Al Jamali untuk mewujudkan semua yang ada di dalam petunjuk.

PENEMUAN MAKAM WALI PITU KEDUA


Dengan penemuan makam wali pitu yang pertama juga ditemukan makam keramat yang lain yaitu :

  • Makam Keramat Pemecutan bernama Dewi Khodijah atau Ratu Ayu Anak Agung Rai yang berada di jalan Batu Karu Pemacutan.
  • Makam Pangeran Sosrodiningrat dari Mataram, berada di Ubung Denpasar. 

Menurut dari keterangan bapak K.H.M.Ishak sebagai tetua agama di kampung Islam Kepoan Denpasar yang menceritakan sebagai berikut :

Sejarah Makam Keramat Pamecutan Dewi Khodijah dan Makam Pangeran Sosrodiningrat adalah saling berhubungan karena keduanya adalah suami istri di dalam cerita tertulis Dewi Khodijah adalah nama setelah berikrar masuk agama Islam sedangkan nama aslinya adalah Ratu Ayu Anak Agung Rai.

Beliau adalah saudara muda dari raja Pamecutan Cokordo III yang bergelar Batara Sakti. Suatu ketika seorang senopati Kerajaan Mataram Islam yang bernama Pangeran Raden Sosrodiningrat melewati kekuasaan Kerajaan Pamecutan beliau ditangkap karena dianggapsebagai mata-mata/telik sandi dari kerajaan yang menjadi musuh Kerajaan Pamecutan maklum saja pada waktu itu Kerajaan Pamecutan sedang berperang melawan salah satu kerajaan yang ada di Bali.

Tetapi setelah diusut-usut ternyata mereka salah tangkap, Pangeran Sosrodiningrat adalah seorang senopati Kerajaan Mataram yang sedang mengadakan perjalanan ke Ampenan Lombok, akhirnya Pangeran Sosrodiningrat bersedia untuk membantu Kerajaan Pamecutan yang sedang berperang dan mengalami kekalahan sebagai imbalannya beliau akan dinikahkan dengan adiknya yang bernama Ratu Ayu Anak Agung Rai apabila Kerajaan Pamecutan menang dari peperangan.

Setelah Kerajaan Pamecutan mengalami kemenangan dalam peperangan tersebut, sesuai dengan janji Raja maka Pangeran Sosrodiningrat dinikahkan dengan adiknya Ratu Ayu Anak Agung Rai dan setelah masuk Islam berganti nama dengan Dewi Khodijah.

Tidak begitu lama Pangeran Sosrodiningrat wafat dan dimakamkan di pemakaman kerajaan di daerah Ubung Denpasar, setelah masuk Islam Dewi Khodijah bersungguh - sungguh untuk menjalankan dan melaksanakan ajaran agama Islam, sampai suatu saat Dewi Khodijahmelaksanakan Sholat, ketika para punggawa yang menjaga praduan kamar beliau mengira bahwa ada Leak (Leak adalah mahluk jadi-jadian yang jahat dan sangat terkenal di pulau Bali), yang akan berbuat jahat di Istana apalagi ketika beliau mengucapkan Takbiratul Ihrom Allahhu Akbar bahkan disangka Wakeber (wakeber dalam bahasa Bali adalah terbang).

Tanpa berfikir lama para punggawa melaporkan kejadian itu kepada raja ada Leak yang memakai gaun putih-putih, maka sang rajapun menyuruh seluruh punggawa dan pengawal kerajaan untuk menangkap dan membunuh Leak yang berada di Istana, salah seorang dari pengawal menghujamkan tombak tepat dipunggung Dewi Khodijah yang sedang sujud maka tak elak lagi Dewi Khodijahpun wafat seketika.

Keanehan luar biasa terjadi dari punggung Dewi Khodijah selain keluar darah segar juga keluar cahaya yang terang berwarna kebiru-biruan yang menembus dinding atap atas kamar bahkan sampai membumbung tinggi di angkasa, setelah diketahui yang dibunuh tadi adalah adiknya sendiri, maka sang raja dan warga Istana merasa berduka bahkan sampai ke kota raja.

Karomah yang kedua terjadi ketika Dewi Khodijah akan dimakamkan, kakak kandung Dewi Khodijah merupakan seorang raja yang beragamaHindu keinginan beliau adiknya yang meninggal tadi diritualkan menurut agama Hindu tetapi ternyata setelah pelaksanaan terjadi tubuh Dewi Khodijah tetap tertelungkup bagaikan orang sujud bersama tombak dipunggungnya yang tidak bisa dicabut.

Maka baginda mengutus pengawal kerajaan untuk mencari orang-orang Islam untuk memakamkan sang adik tercintanya, untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak tubuh Dewi Khodijahpun masih tetap tertelungkup, sampai pada akhirnya kedua belah pihak sepakat bahwa Dewi Khodijah dimakamkan dengan keadaan seperti semula, akhirnya makam Dewi Khodijahpun masih tetap dalam keadaan tertelungkup dan tombak ditengahnya berubah menjadi pohon yang besar.

Makam Dewi Khodijah di Batu Karu Pamecutan

Sebagai catatan untuk Makam Keramat Pamecutan Dewi Khodijah dan Makam Pangeran Sosrodiningrat tidak termasuk dalam kumpulan Wali Pitu.

Dengan ditemukannya makam – makam tersebut menambah rasa optimis bagi para jamaah Manaqib Al JAMALI terlebih bagi bapak pengasuh untuk mewujudkan penemuan makam Wali Pitu di Bali.

Satu tahun telah berjalan dan sesuai dengan kebiasaan sebagian besar umat Islam yaitu mengadakan Haul untuk para sesupuh suatu desa / pendiri desa (Babad desa), tidak ketinggalan Jamaah Manaqib Al JAMALI juga berencana untuk mengadakan Haul  yang pertama tepatnya pada bulan Muharrom 1993 M bertempat dimakam Dewi Khodijah.

Keesokan harinya  para jamaah Manaqib AL JAMALI beserta bapak pengasuh bersilaturrohmi ke kediaman K.H.M.Nur Hadi pengasuh Pondok pesantren Khuffadhul Qur’an.

Bapak K.H.M.Nur Hadi bercerita bahwa di Bukit Bedugul juga ada salah satu makam keramat yakni Makam Habib Yusuf atau lebih lengkapnya Syeh Chabib Umar Bin Maulana Yusuf  Al Maghribi yang masih keturunan Rosululloh SAW. Lokasi Makam Chabib Umar Bin Maulana Yusuf Al Maghribi berada di atas bukit yang tinggi dan berada di tengah cagar alam milik perhutani. Sehingga apabila akan berziarah ke makam tersebut harus membawa alat seperti pisau, parang, sabit, dan lain-lain untuk membuat jalan setapak sendiri karena medan perjalanan masih sangat alami.

Mengenai Karomah yang dimiliki oleh Syeh Chabib Umar Bin Maulana Yusuf  Al Maghribi didapat keterangan bahwa pada suatu hari disaat beberapa penduduk yang berada di bawah bukit Bedugul dengan dipimpin oleh seorang Kyai yang berasal dari Malang Jawa Timur Yakni K.H Abdul Karim berniat mengadakan kerja bakti. Untuk membangun Makam Syeh Chabib Umar Bin Maulana Yusuf  Al Maghribi, namun di tengah proses pembangunan makam tersebut tiba-tiba beberapa petugas dari Dinas Kehutanan datang dan melarang untuk melanjutkan proses pembangunan Makam Syeh Chabib Umar Bin Maulana Yusuf  Al Maghribi dengan alasan bahwa makam tersebut masih berada dalam daerah hutan cagar alam Bukit Bedugul sehingga tidak boleh sembarang orang untuk mengadakan pembangunan tanpa seizin Dinas Kehutanan.

Karena pembangunan tersebut dilarang, akhirnya para penduduk tersebut kembali pulangke rumahnya masing-masing termasuk K.H. Abdul Karim. Namun tak selang beberapa lama kemudian Kepala Dinas Perhutani yang melarang pembangunan tersebut jatuh sakit. Beberapa dokter telah mengobati tetapi belum juga berhasil untuk menyembuhkan bahkan sakit bapak Kepala dinas tersebut semakin bertambah parah, pada suatu malam Kepala Dinas yang sedang sakit tersebut bermimpi, jika ia ingin sembuh, ia harus meminta maaf kepada segenap penduduk terutama kepada pimpinan pembangunan yaitu Bapak K.H. Abdul Karim.

Pada mulanya mimpi itu tidak dihiraukan karena dianggap tidak rasional dan bertentangan dengan bathiniyahnya sebab ia berlainan agama, ia sendiri beragama Nasrani.

Tetapi pada malam-malam berikutnya Bapak Kepala Dinas sering bermimpi dan mimpi tersebut selalu sama yakni diperintah untuk meminta maaf kepada segenap penduduk dan pimpinan pembangunan di atas bukit tersebut.

Melihat hal itu akhirnya Bapak Kepala Dinas memerintahkan kepada stafnya untuk menemui bapak Kyai yang memimpin proses pembangunan makam di atas bukit Bedugul, setelah berhasil menenui Bapak Kyai dan mereka menceritakan semua kejadian yang menimpa atasannya. Hingga pada suatu hari Bapak Kepala Dinas menemui bapak K. H. Abdul Karim menjelaskan bahwa sebenarnya sakit yang dideritanya itu tidak ada hubungannya dengan peristiwa di atas bukit. Semuanya itu semata-mata atas ujian Alloh, Bapak K. H. Abdul Karim juga memberinya beberapa saran serta obat untuk kesembuhannya. 

Dengan seizin Alloh sakit yang diderita oleh Bapak Kepala dinas berhasil disembuhkan dan akhirnya beliau mengizinkan untuk pembangunan makam tersebut serta menangung  seluruh keperluan yang dibutuhkan.

Makam Habib Umar Bin Maulana Yusuf Al-Maghribi
Keramat Bukit Bedugul
Kec. Bebandem - Karang Asem

PENEMUAN MAKAM WALI PITU PERTAMA


Setelah mendapat kesepakatan untuk mengadakan penelitian lebih mendalam keberadaan makam para Auliya' di propinsi Bali, maka beliau dan para jama'ah mulai berangkat menuju lokasi yang telah diberitahukan oleh saudara Zainul. Setelah sampai di lokasi yang dimaksud mereka langsung menemui juru kunci (Bapak Mangku) yaitu Wayan Cantri. Beliau adalah seorang pendeta Hindu.

Menurut keterangan Bapak Mangku, diperoleh keterangan bahwa makam tersebut adalah makam Raden Amangkurat yang bergelar Pangeran Mas Sepuh dengan gelar Islam Syeh Achmad Chamdun Choirussoleh. Beliau adalah putra Raja Mengwi ke VII Cokorda I dari ibu yang berasal dari Blambangan (Banyuwangi Jatim). Ibunya adalah seorang muslimah dan semasa kecil beliau di didik dan dibesarkan di dalam lingkungan Islami. Setelah dewasa Pangeran Mas Sepuh menanyakan kepada ibunnya mengenai siapa sebenarnya ayahnya. Setelah Pangeran Mas Sepuh mengetahui siapa ayahnya, beliau memohon izin kepada ibunya untuk mencari ayah kandungnya dengan niat akan mengabdikan diri kepada ayahnya sendiri. Dengan berat hati ibunya  melepas kepergian Pangeran Mas Sepuh ke Bali, dan membekalinya dengan sebuah keris pusaka yang berasal dari kerajaan Mengwi.

Namun setelah Pangeran Mas Sepuh bertemu dengan ayahandanya, Raja Mengwi maka terjadilah kesalahpahaman diantara keduanya. Karena tidak ada rasa saling pengertian maka Pangeran Mas Sepuh  memutuskan untuk untuk kembali ke Blambangan . 

Dalam perjalanan pulang sesampainya di Pantai Seseh sewaktu Pangeran Mas Sepuh hendak menyebrang, tiba-tiba beliau di serang oleh segerombolan orang bersenjata yang tak dikenal dan terjadilah perkelahian diantara kedua belah pihak.

Lama-kelamaan perkelahian ini memakan korban, akhirnya Pangeran Mas Sepuh mengeluarkan senjata pusaka yang berupa keris dari pemberian ibunya, dan terjadilah peristiwa aneh, ketika Pangeran Mas Sepuh mengeluarkan keris pusaka itu dan mengacungkannya ke atas tiba-tiba sekelompok orang yang menyerang beliau terdiam tak dapat bergerak laksana sebuah patung.

Namun karena jiwa pemaaf yang dimiliki oleh Pangeran Mas Sepuh, mereka dimaafkan dan akhirnya menyerah serta memohon maaf kepada Pangeran Mas Sepuh.

Selang beberapa lama seusai kejadian tersebut Pangeran Mas Sepuh wafat dan dimakamkan di Pantai Seseh Desa Munggu Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung Propinsi Bali dan dikenal dengan : “KERAMAT PANTAI SESEH”

 Makam Keramat Pantai Seseh

SEJARAH PENEMUAN MAKAM WALI PITU DI BALI



Penemuan makan wali Pitu di Bali, diawali dengan adanya petunjuk-petunjuk yang dialami oleh seseorang yang bernama Chabib Toyyib Zaen Arifin Assegaf. Beliau adalah  pengasuh Jam'iyah Manaqib Al-Jamali (Jawa – Madura – Bali), yakni tepatnya pada bulan Muharrom tahun 1412 Hijriyah/1992 Masehi.

Petunjuk-petunjuk tersebut diperoleh secara sirri dan berangsur-angsur laksana Wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. 

Petunjuk-petunjuk tersebut diperoleh melalui hembusan suara sayup dalam bahasa jawa, diantaranya berbunyi :

  1. ”Wis Kaporo nyoto ing telatah Bali iku kawengku dining pitu piro-piro Wali cubo wujudno”. Artinya : Di daerah Bali telah nyata dihuni oleh tujuh para Wali coba wujudkan.
  2. ”Ono sawijining pepunden dumunung ono ing telatah susunaning siti sasandingan pamujaan agung kang manggon sak duwuring tirto kang kadarbeni dining suwitaning pandito ojo sumelang”. Artinya : ada suatu tempat yang dipuja – puja berada di atas tanah susun berdampingan Pura Agung terletak diatas air yang memelihara seorang Pendeta jangan ragu-ragu.
  3. ”Waspadakno pitu iku kaperang dadi papat”. Artinya: Waspadalah tujuh itu terbagi menjadi empat.
  4. ”Pitu kaperang dadi papat iku pangertene, Kapisan wis kaparo nyoto, kapindo Istijrot wujude kembar, kaping telu wis lahir ning durung wujud, kaping papat, liyo bongso”. Artinya : tujuh dibagi empat itu pengertiannya; Pertama telah nyata, kedua Istijrot wujudnya kembar, ketiga sudah lahir tetapi belum wujud, yang keempat lain bangsa.

Dari keempat petunjuk tersebut beliau masih belum memahami tentang maksud yang terselubung di dalamnya. Beliau memusyawarahkan permasalahan ini bersama para Jamaah Manakib Al-Jamali. Namun belum diperoleh pemecahannya.

Pada suatu hari seorang jama’ah dari Jam'iyah Manaqib Al-Jamali yang bernama saudara Zainul memberi informasi bahwa ia pernah diberitahuoleh orang tua yang belum ia kenal, bahwa di daerah Tanah Lot ada satu makam Islam yang keramat. Informasi ini memberi semangat untuk mengadakan penelitian lebih mendalam.

KAROMAH

Karomah artinya kelebihan / keluarbiasaan /kemulyaan. Dalam Jawahirul Kalamiyah hal 22 oleh Syekh Thohir Bin Sholeh  Al Jazairi sebagai berikut :


Artinya : "Karomah yaitu suatu kelebihan / keluarbiasaan ataupun kemulyaan yang tampak di tangan para Wali disertai dengan tidak adanya tanda-tanda pengakuan jadi Nabi"

Demikian cuplikan keterangan dari ayat-ayat Al Qur’an dan hadist serta fatwa para Ulama tentang hubungan dan pendekatan kepada para Auliya’, Ulama dan Sholikhin baik yang sudah wafat maupun yang masih hidup.

PENGERTIAN WALI PITU


Sebelum menguraikan kisah atau sejarah wujudnya Makam Wali Pitu di Bali perlu mengetahui adanya penjelasan / keterangan beberapa istilah :

  1. Waliyulloh / Wali Dari kata Al Waliyyu menurut bahasa artinya kekasih Allah
  2. Auliya’ Dalam bahasa Arab artinya beberapa Wali (Kata majemuk).
  3. Sab’ah Dalam bahasa arab artinya tujuh

Syeh Thohir Bin Sholeh Al Jazairi dalam kitabnya Jawahirul Kalamiyah hal 23 menjelaskan :


Artinya : "Orang yang ma’rifat kepada Allah, Ma’rifat kepada sifat-sifat Allah sekedar yang mungkin, senantiasa taat kepada Allah serta menjauhi maksiat dan perbuatan buruk serta berpaling dari kelezatan nafsu syahwat dan lahirnya karomah ditangannya sebagai kemulyaan dari Allah SWT".

Dalam ayat Al Qur’an yang sehubungan dengan keberadaan para Waliyulloh menerangkan :


Artinya : "Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan jadilah kamu bersama dengan orang-orang yang benar"  (QS Attaubah ayat 119).

Dalam Hadist yang lain Rosul bersabda:


Artinya : "Hendaknya kamu bersama Allah, jika kamu belum bisa maka bersamalah dengan orang yang sudah bisa bersama Allah, karena orang ini akan dapat mengantarkan/menyampaikan  kamu kepada Allah SWT, jika kamu benar-benar dapat bersamanya".

TOLERANSI DAN AKULTURASI ISLAM DI BALI

Umat Islam di Bali dalam mengarungi hidup di Pulau Dewata, mereka selalu bekerja sama, bersatu, bergotong royong, saling tolong menolong, hormat menghormati, berbaur menjadi satu dari dahulu sampai sekarang. Umat Islam dapat membawa diri hidup bertoleransi dengan masyarakat yang mayoritas beragama Hindu. Bahkan pemeluk Islam di Bali terus mengalami peningkatan.
Menurut ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) yaitu H.Habib, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya :
  1. Sejak Islam di Indonesia awal perkembangan nya tidak sama seperti di Bali, seperti halnya lewat Wali Songo di Jawa pada waktu itu Islam tidak langsung masuk di Bali sehingga Bali tidak terganggu.
  2. Orang Bali dan orang Islam merasa sama-sama sebagai bangsa Indonesia yang orentasinya adalah bangsa Indonesia. Orang Bali tidak berpikir ala India dan orang Islam tidak berpikir ala Arabia, mereka selalu berorentasi ala Indonesia. 
  3. Islam dan Hindu mempunyai dasar beragama menuju ke laut artinya mengabdikan diri kepada Tuhan.
  4. Hampir setiap orang Islam merasa mempunyai hubungan keluarga dan orang Bali juga merasa sekeluarga dengan orang Islam.
  5. Islam masuk di Bali berbeda dengan Islam masuk di Jawa, Islam masuk di Jawa melalui para pedagang sedangkan Islam masuk di Bali melalui pemerintahan atau kerajaan.

Masih berbicara tentang toleransi dan akulturasi antara umat Islam dan umat Hindu di Bali, ada informasi yang sangat unik dan menarik yaitu adanya perpaduan tempat ibadah di Bali antara umat Islam dan umat Hindu yang terkenal dengan nama “Pura Langgar ”.

Pura Langgar Desa Bunutin Bangli

Pura adalah tempat pemujaan Hindu dan langgar adalah tempat ibadah umat Islam, uniknya keduanya berada dalam satu lokasi masing-masing berdampingan sangat dekat sekali yang lebih uniknya lagi ternyata langgar tersebut dipelihara oleh para Pendeta Hindu sedangkan umat Islam sendiri kiranya belum banyak yang mengetahui. Demikian indahnya toleransi dan akulturasi antara umat Islam dan umat Hindu di Bali.

ISLAM DI PULAU BALI (BAG. 3)


JEMBRANA - BALI

Beberapa informasi dari sumber lokal dan tulisan-tulisan milik Datuk Haji Sirod di Kampung Campaka Loloan Barat menyatakan bahwa kedatangan orang-orang Islam di Jembrana yaitu dari orang-orang Bugis atau Makasar, yang pertama pada tahun 1653 – 1655 masehi. 

Kedua pada tahun 1660 – 1661 masehi, yaitu pada waktu terjadinya peperangan antara kerajaan Makasar dengan Kompeni Belanda (VOC). Kemudian diketahui ada beberapa orang Bugis dari keturunan Raja Baja Makasar dapat melarikan diri dari kejaran kompeni Belanda (VOC) yang berjumlah empat perahu menuju ke Teluk Panggang Blambangan Jawa Timur, mereka berhasil mendarat dengan selamat.   Daeng Nahkoda pimpinan mereka tak lama kemudian hatinya tertarik untuk berhijrah ke Bali, lalu berlayar menuju ke Pulau Bali dan mendarat di Air Kuning dan terus memasuki Kuala Prancak sementara mereka menetap di suatu tempat yang mereka namakan kampung Bajo, termasuk Kabupaten Jembrana. 

Orang-orang Bugis tersebut pertama melakukan perdagangan tukar – menukar barang terutama kain tenun Bugis yang sangat indah dan bagus mutunya, dari sinilah mereka memperkenalkan Islam di tengah masyarakat. Mereka juga berhasil mengadakan hubungan persahabatan dengan pejabat pemerintah dan mengadakan pendekatan dengan keluarga kerajaan, sehingga terjalin tali persaudaraan yang erat terlebih setelah salah satu keluarga kerajaan ada yang masuk Islam. 

Pada waktu kerajaan di bawah pemerintahan Raja I Gusti Ngurah Pancoran banyak terjadi proses Islamisasi oleh orang-orang Bugis. Jadi orang-orang Bugislah yang telah menumbuhkan dan mengembangkan agama Islam di Jembrana Bali. 

ISLAM DI PULAU BALI (BAG. 2)



KARANGASEM - BALI

Kepulangan Dhalem Ngelesir ke Bali, setelah menghadiri pertemuan agung di Majapahit, yang disertai oleh 40 orang pengiring yang telah memeluk Islam menjadi cikal bakal tumbuh dan berkembangnya agama Islam di Bali.

Namun setelah beberapa lama terdapat dua orang dari empat puluh orang pengiring tersebut yaitu Raden Modin dan Kyai Jalil pergi meninggalkan Gelgel menuju ke Timur. Perjalanan mereka sampai di wilayah Banjar lebah dan Raden Modin memutuskan untuk menetap di wilayah tersebut sedang Kyai Jalil melanjutkan perjalanannya terus ke timur.

Perjalanan Kyai Jalil hingga sampai di perbukitan Kemutuk, beliau bertemu dengan sejumlah penduduk dari Desa Saren yang lari ketakutan untuk menyelamatkan diri dari amukan seekor banteng buas yang sedang mengamuk di desanya. 

Para penduduk desa itu setelah bertemu dengan Kyai Jalil memohon pertolongan agar membunuh banteng yang ganas itu, kemudian Kyai Jalil dengan pertolongan Allah dapat membunuh banteng buas tersebut.

Akhirnya Kyai Jalil menetap di Desa Saren Jawa Kabupaten Karangasem untuk menumbuhkan dan menyebarkan Agama Islam di sekitar desa tersebut hingga akhir hayat dan beliau juga di makamkan di sana. 

Makam Raden Kyai Abdul Jalil
Desa Saren Jawa - Karangasem

ISLAM DI PULAU BALI (BAG. 1)

Agama Islam masuk di Indonesia tidak terlepas dari proses masuknya Islam di Kepulauan Nusantara, waktu pengislaman besar-besaran dimulai pada abad XII M. Kemudian pada abad XIV s/d XVI masehi Islam tersebar di seluruh wilayah Nusantara Indonesia, termasuk di Bali. Beberapa daerah tersebut adalah :


KLUNGKUNG - BALI

Beberapa informasi dari sumber lokal yang dapat dipercaya dan tulisan-tulisan dari Penulis Asing menyatakan bahwa Agama Islam masuk di Pulau Bali pada abad ke XVI masehi. Yaitu pada waktu kerajaan Bali berpusat di Gelgel (Kabupaten Klungkung), di bawah pemerintahan Dhalem Watu Renggong.

Raja Watu Renggong menjadi raja pada tahun 1460 s/d 1550 masehi. Beliau adalah putra dari Dhalem Ngulesir. Pada saat pemerintahan Dhalem Ngulesir, terjadi peristiwa penting dalam Kerajaan Gelgel yaitu Raja Bali tersebut pernah mengadakan kunjungan ke Kraton Majapahit pada waktu pemerintahan Raja Hayam Wuruk.

Setelah pertemuan agung raja-raja Nusantara. Dhalem Ngelesir pulang kembali ke Bali beliau ditemani 40 orang pengiring yang memeluk agama Islam. Dari sinilah agama Islam masuk di wilayah Klungkung.

MASUKNYA ISLAM DI PULAU BALI


Islam di Bali

Pulau Bali lebih dikenal sebagai daerah Pariwisata, baik oleh masyarakat dalam negeri maupun mancanegara, semua telah mendengar dan mengenal Pulau Bali. Terbukti banyak sekali Para Wisatawan Asing yang datang ke Bali untuk berdarmawisata menikmati kenyamanan dan keindahan alam Pulau Bali.

Demikian juga tidak ketinggalan para wisatawan Muslim banyak yang datang ke Bali terutama dari Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan lain-lain. Para wisatawan tersebut mempunyai kepentingannya sendiri-sendiri dengan membawa adat istiadat, kebudayaan dan keyakinan agamanya masing-masing.

Agama Islam masuk di Indonesia tidak terlepas dari proses masuknya Islam di Kepulauan Nusantara, waktu pengislaman besar-besaran dimulai pada abad XII M. Kemudian pada abad XIV s/d XVI masehi Islam tersebar di seluruh wilayah Nusantara Indonesia, termasuk di Bali.